OSOFAGUS

Kamis, 28 April 2011

JANGAN INJAK RUMPUT!!!

Tata lansekap sangat mengiyakan judul tersebut, jangan injak rumput. Entah saya yang kurang paham atau menilai situasi secara intuisi. Perancangan lansekap dengan penggunaan perkerasan sebagai sirkulasi bagi pengguna untuk mempermudah aksebilitasnya, namun tanaman khususnya didaerah urban atau perkotaan  menjadi street funiture, dalam perlajaran urban planing terdapat bahasan analisis street funiture. Padahal tanaman mungkin kalau bisa berkata " saya tidak mau jadi pajangan", tanaman ingin disentuh, dirawat, disiram dengan tangan manusia. Jika benar perkerasaan mempermudah aksebilitas, pelajaran apa yang bisa dipetik. Sikap tersebut membuat perilaku manusia enggan menyentuh tanaman, mereka benci. Mengapa tidak boleh diinjak,dipegang ataupun dipetik. Apa hanya karena faktor biaya? pertanyaan ini yang membuat saya aberpikir, gara-gara slogan ini masyarakat enggan menghijaukan rumahnya bahkan ilegal logging?( hipotesisi awal). Masyarakat terdoktrin kata-kata tersebut, tanaman bukan mainan. Melainkan tanaman itu sombong tidak mau bersahabat. 

Kecenderungan perilaku dikawasan urban, taman menaungi aktivitas kaum margin, jalanan, pedagang keliling,dan lainnya. Padahal taman untuk semua, tanaman tidak pilih-pilih teman. Mereka mau bersahabat dengan siapapun. Dipusat perbelanjaan rumput atau taman dengan penataan yang bagus dan rapi  menjadi indikasi status sosial, banyak sopir dan pembantu juragannya beristirahat menunggu belanjaan diluar bangunan sambil bersantai, tidur-tiduran, dan duduk. Setiap orang yang melihat, merasa orang ini tidak berpendidikannya " Bukannya rumput itu tidak boleh diperlakukan seperti itu". Mungkin gengsi bila menginjak rumput atau menempel, apa dosa manusia berdekatan dengan rumput, duduk diatasnya? beralih " kan sudah dibuat jalurnya" sebenarnya jalur itu untuk siapa? atau pengguna yang merasa berpendidikan? Kemajuan negara tidak dilhat dari sisi lansekap, apa gara-gara taman kota Eropa, masyarakatnya menghargai tanaman dengan cara tersebut. apa kita lantas mayarakat tropis, masyarakat Indonesia juga mengiyakan saja? Indonesia tidak perlu mencontoh Eropa. Salahkah jika desain lansekap tanpa jalur perkerasan? apa salahnya jika jalur perkerasan meggunakan rumput atau tanah tanpa paving blok. Terlihat penegasan  ruang tanpa batasan antara manusia dan rumput atau tanaman, tidak ada lagi kelas-kelas antara penginjak rumput dan tidak menginjaknya. Taman menjadi bagaian dari kaum jalanan untuk merasakan kesejukan dunia, apa pelajaran lansekao membuat kita menjadi manusia baja?. Saya ingin menginjak rumput tanpa lagi ada batasan. Saya telah terdoktrin, teori lansekap dari barat. 


 nantinya disamakan hewan kah manusia jika menginjak rumput..hewan saja akan asing dengan perkerasaan..Mengapa manusia bersikap mengasingkan diri???/ :D

saya kangen embun diatas rumput, saya kangen menginjak rumput yang basah dan bau rumput
saya kangennnnnnnnnnnnnnnnnnn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar